Nusantara (IKN): Pembangunan ‘Kota Hutan’ dan Dilema antara Keberlanjutan Lingkungan
- 23/11/2025
- Posted by: it-team-6
- Categories:
Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur merupakan mega-proyek yang mengusung visi ambisius: menciptakan Forest City atau ‘Kota Hutan’ yang berkelanjutan. Konsep ini menjanjikan kota yang 75% wilayahnya adalah ruang hijau dan air, dengan emisi karbon netral pada tahun 2045. Namun, mewujudkan cita-cita keberlanjutan lingkungan ini dalam skala besar dan waktu yang singkat telah menimbulkan dilema dan tantangan signifikan yang harus diatasi oleh pemerintah dan pengembang.
1. Visi Kota Hutan dan Prinsip Keberlanjutan
Visi utama Nusantara adalah membalikkan model kota konvensional. Alih-alih merusak alam untuk membangun infrastruktur, IKN bertekad mengintegrasikan pembangunan dengan restorasi ekosistem. Ini mencakup reforestasi besar-besaran di area bekas konsesi dan pertambangan, penggunaan energi terbarukan, serta pengelolaan air dan limbah yang terintegrasi. Prinsip keberlanjutan ini diyakini akan menjadi contoh bagi pembangunan kota-kota masa depan.
2. Tekanan Kecepatan dan Target Pindah
Dilema terbesar muncul dari tekanan waktu. Pemerintah menargetkan pemindahan tahap awal, termasuk kantor-kantor pemerintahan dan Istana Negara, harus selesai pada tahun 2024. Kecepatan ini, meski penting secara politik, berpotensi mengorbankan proses yang seharusnya berjalan lambat dan hati-hati, seperti audit lingkungan yang mendalam dan perencanaan sosial yang inklusif, sehingga dapat mengurangi kualitas hasil akhir.
3. Pengelolaan Sumber Daya dan Kerusakan Awal
Proses pembangunan skala besar secara inheren membutuhkan ekstraksi sumber daya dan pergerakan material yang masif. Penggunaan lahan, penambangan material, dan peningkatan aktivitas logistik berisiko menyebabkan kerusakan lingkungan lokal, termasuk peningkatan sedimentasi dan erosi di sekitar lokasi. Mengelola dampak awal pembangunan agar tidak kontradiktif dengan visi Forest City menjadi tantangan operasional yang kompleks.
4. Partisipasi Masyarakat Adat dan Isu Tanah
Keberlanjutan tidak hanya tentang alam, tetapi juga tentang sosial. Proyek IKN menyentuh wilayah yang dihuni oleh masyarakat adat dan lokal. Memastikan hak-hak tanah, partisipasi yang setara, dan kompensasi yang adil menjadi hal krusial. Kegagalan dalam mengelola aspek sosial ini dapat menciptakan konflik yang merusak citra IKN sebagai kota yang inklusif dan berkelanjutan secara holistik.
5. Transportasi Hijau dan Infrastruktur Cerdas
Untuk mencapai emisi nol bersih, IKN merencanakan sistem transportasi berbasis public transit dan kendaraan listrik, memprioritaskan pejalan kaki dan pesepeda. Infrastruktur cerdas, termasuk jaringan sensor dan smart grid, harus dibangun dari awal. Kesuksesan implementasi teknologi ini sangat bergantung pada integrasi sistem yang mulus dan pembiayaan yang konsisten dalam jangka panjang.
6. Risiko Greenwashing dan Akuntabilitas
Tingginya janji keberlanjutan membuat IKN rentan terhadap kritik greenwashing jika pelaksanaannya tidak transparan. Akuntabilitas terhadap metrik lingkungan (misalnya, emisi karbon riil, laju reforestasi) harus dijaga. Pelibatan auditor independen dan keterbukaan data sangat penting untuk membuktikan komitmen IKN terhadap visi ‘Kota Hutan’ yang berkelanjutan.
7. Pengendalian Urban Sprawl di Sekitar IKN
Fokus pada pembangunan inti IKN saja tidak cukup. Pemerintah harus memiliki kebijakan yang kuat untuk mencegah urban sprawl atau perkembangan kota yang tidak terkontrol di wilayah penyangga sekitar. Tanpa perencanaan tata ruang regional yang ketat, pertumbuhan pemukiman dan industri di luar batas IKN dapat merusak ekosistem yang seharusnya dilindungi.
